الحمد لله ربِّ العالمين
والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين
وأشهد
أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين
وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين
وأشهد
أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى
والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين
والصَّلاةُ
والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و
إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين.أما بعد،
فياأيها المسلمون أوصيكم
وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا
فقال
الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “
قَالَ
رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : « إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ
كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ
وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ
الَّذِى ذَكَرَهُ اللَّهُ فِى كِتَابِهِ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى
قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) ».
dakwatuna.com –
“Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan
senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan
kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun
bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah
dalam ayat, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (HR Tarmidzi)
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah…
Tahukah
Anda sekalian apa akibat yang menimpa diri kita jika kita melakukan
maksiat? Ibnu Qayyim Al-Jauziyah telah meneliti tentang hal ini.
Menurutnya, ada 22 akibat yang akan menimpa diri kita. Karena itu,
renungkahlah, wahai orang-orang yang berakal!
Akibat yang pertama
adalah maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan (حُرْماََنُ الْعٍلْمِ)
Jama’ah
yang dimuliakan Allah….
Ilmu
adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Tapi ketahuilah,
kemaksiatan dalam hati kita dapat menghalangi dan memadamkan cahaya itu.
Suatu ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafi’i
yang luar biasa. Imam Malik berkata, “Aku melihat Allah telah
menyiratkan dan memberikan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah
engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat.”
Perhatikan,
wahai Saudaraku sekalian, Imam Malik menunjukkan kepada kita bahwa
pintu ilmu pengetahuan akan tertutup dari hati kita jika kita melakukan
maksiat.
Akibat yang kedua adalah
maksiat akan menghalangi Rezeki ((حُرْمَانُ الرِزْقِ
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah….
Jika
ketakwaan adalah penyebab datangnya rezeki, maka meninggalkan ketakwaan
berarti menimbulkan kefakiran. Rasulullah saw. pernah bersabda,
“Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR.
Ahmad)
Karena
itu, wahai Saudaraku sekalian, kita harus meyakini bahwa takwa adalah
penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki kita. Jika
saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah, maka
tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu
maksiat.
Jama’ah yang dimuliakan
Allah….
Akibat ketiga, maksiat
membuat kita berjarak dengan Allah.
Diriwayatkan
ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang
kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, “Jika kegersangan hatimu akibat
dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak
ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.”
Akibat maksiat yang
keempat adalah kita akan punya jarak dengan orang-orang baik.
Semakin
banyak dan semakin berat maksiat yang kita lakukan, akan semakin jauh
pula jarak kita dengan orang-orang baik. Sungguh jiwa kita akan
kesepian. Sunyi. Dan jiwa kita yang gersang tanpa sentuhan orang-orang
baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri,
anak-anak, dan bahkan hati nuraninya sendiri. Seorang salaf berkata,
“Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya
pada perilaku binatang (kendaraan) dan istriku.”
Akibat kelima, maksiat
membuat sulit semua urusan kita ((تَعْسِيْرُ أُمُوْرِهِ
Ma’asyiral
muslimin rahimakumullah….
Jika
ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka kemaksiatan akan
mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya, sedangkan
maksiat adalah gelap gulita. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Sesungguhnya
perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada
hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu
mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan
di hati, kelemahan badan, susutnya rezeki dan kebencian makhluk.”
Begitulah,
wahai Saudaraku, jika kita gemar bermaksiat, semua urusan kita akan
menjadi sulit karena semua makhluk di alam semesta benci pada diri kita.
Air yang kita minum tidak ridha kita minum. Makanan yang kita makan
tidak suka kita makan. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita
karena benci.
Jama’ah yang dimuliakan
Allah….
Akibat keenam, maksiat
melemahkan hati dan badan ((أَنَ المَعاَ صِي تُوْهِن القَلْب َ و
الْبَدَنَ
Kekuatan
seorang mukmin terpancar dari kekuatan hatinya. Jika hatinya kuat, maka
kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat,
sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya.
Wahai
Saudaraku, lihatlah bagaimana menyatunya kekuatan fisik dan hati kaum
muslimin pada diri generasi pertama. Para sahabat berhasil mengalahkan
kekuatan fisik tentara bangsa Persia dan Romawi padahal para sahabat
berperang dalam keadaan berpuasa!
Akibat maksiat yang
ketujuh adalah kita terhalang untuk taat(حُرْماَن الطاَعَةِ)
Orang
yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak taat. Orang yang
berbuat masiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi mengalami
sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan lain
yang lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan
terhalang untuk berbuat taat.
Saudaraku yang
dimuliakan Allah….
Maksiat memperpendek
umur dan menghapus keberkahanأنَ المَعاَ صِي تَقْصرُ العُمْرَ
وبرَكَتَُهُ
Ini
akibat maksiat yang kedelapan. Pada dasarnya, umur manusia dihitung
dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu
dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta
mencari keridhaan-Nya.
Jika
usia kita saat ini 40 tahun. Tiga per empatnya kita isi dengan maksiat.
Dalam kacamata iman, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja. Yang 30
tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah sedikitpun. Inilah
maksud pendeknya umur pelaku maksiat.
Sementara,
Imam Nawawi yang hanya diberi usia 30 tahun oleh Allah swt. Usianya
begitu panjang. Sebab, hidupnya meski pendek namun berkah. Kitab
Riyadhush Shalihin dan Hadits Arbain yang ditulisnya memberinya
keberkahan dan usia yang panjang, sebab dibaca oleh manusia dari
generasi ke generasi hingga saat ini dan mungkin generasi yang akan
datang.
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah….
Akibat
kesembilan, maksiat menumbuhkan maksiat lainان المَعاصِي تَزْرَع
أَمْثالها) )
Seorang
ulama salaf berkata, jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka hal
tersebut akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan yang lain dan
seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan keburukan, maka dia pun
akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain sehingga keburukan
itu menjadi kebiasaan bagi pelakunya.
Karena
itu, hati-hatilah, Saudaraku. Jangan sekali-kali mencoba berbuat
maksiat. Kalian akan ketagihan dan tidak bisa lagi berhenti jika sudah
jadi kebiasaan!
Maksiat mematikan
bisikan hati nurani (ضْعِفُ القَلْبَ)
Ini
akibat berbuat maksiat yang kesepuluh. Maksiat dapat melemahkan hati
dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan kehendak untuk berbuat
maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan hati untuk
bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling besar: kita tidak
bisa mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar mengikuti
jejak maksiat ke maksiat yang lain.
Jika
sudah seperti itu, hati kita akan melihat maksiat begitu indah. Tidak
ada keburukan sama sekali ((أَنْ يَنْسَلِخَ مِنَ القَلْبِ إسْتٌقْبَاحُها
Jama’ah yang dimuliakan
Allah….
Itulah
akibat maksiat yang kesebelas. Tidak ada lagi rasa malu ketika berbuat
maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, ia tidak lagi memandang
perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk. Tidak ada lagi rasa malu
melakukannya. Bahkan, dengan rasa bangga ia menceritakan kepada orang
lain dengan detail semua maksiat yang dilakukannya. Dia telah menganggap
ringan dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian besar di mata
Allah swt.
Para pelaku maksiat yang
seperti itu akan menjadi para pewaris umat yang pernah diazab Allah
swt.
Ini
akibat kedua belas yang menimpa pelaku maksiat. ميْراَثٌ عَن ْ أُمَةٍ
منَ الأُمَمِ التِي أهْلَكَهاَ اللهُ
Homoseksual
adalah maksiat warisan umat nabi Luth a.s. Perbuatan curang dengan
mengurangi takaran adalah maksiat peninggalan kaum Syu’aib a.s.
Kesombongan di muka bumi dan menciptakan berbagai kerusakan adalah milik
Fir’aun dan kaumnya. Sedangkan takabur dan congkak merupakan maksiat
warisan kaum Hud a.s.
Dengan
demikian, kita bisa simpulkan bahwa pelaku maksiat zaman sekarang ini
adalah pewaris kaum umat terdahulu yang menjadi musuh Allah swt. Dalam
musnad Imam Ahmad dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk
golongannya.” Na’udzubillahi min dzalik! Semoga kita bukan salah satu
dari mereka.
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah….
Akibat
berbuat maksiat yang ketiga belas adalah maksiat menimbulkan kehinaan
dan mewariskan kehinadinaan ((أن َ الْمَعْصِيةَ سَبَبٌ لِهَوانِ العَبْد
وَسُقُوطُه مِن ْ عَيْنِهِ
Kehinaan
itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat kepada Allah sehingga
Allah pun menghinakannya. “Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka
tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa
yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18). Sedangkan kemaksiatan itu akan
melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan muncul dari
ketaatan kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan,
maka bagi Allah-lah kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10). Seorang Salaf
pernah berdoa, “Ya Allah, anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan
kepada-Mu; dan janganlah Engkau hina-dinakan aku karena aku bermaksiat
kepada-Mu.”
Akibat keempat belas,
maksiat merusak akal kita اِنَ اْلمَعَاصِي تُفْسِدُ الْعَقْلَ))
Saudaraku
yang dimuliakan Allah….
Tidak
mungkin akal yang sehat lebih mendahulukan hal-hal yang hina. Ulama
salaf berkata, seandainya seseorang itu masih berakal sehat, akal
sehatnya itu akan mencegahnya dari kemaksiatan kepada Allah. Dia akan
berada dalam genggaman Allah, sementara malaikat menyaksikan, dan
nasihat Al-Qur’an pun mencegahnya, begitu pula dengan nasihat keimanan.
Tidaklah seseorang melakukan maksiat, kecuali akalnya telah hilang!
Akibat kelima belasah,
maksiat menutup hati.
Allah
berfirman, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu
mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifiin:14). Imam
Hasan mengatakan hal itu sebagai dosa yang berlapis dosa. Ketika dosa
dan maksiat telah menumpuk, maka hatinya pun telah tertutup.
Akibat keenam belas,
pelaku maksiat mendapat laknat Rasulullah saw.
Saudaraku
sekalian, Rasulullah saw. melaknat perbuatan maksiat seperti mengubah
petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR Bukhari);
melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim); menyerupai laki-laki bagi
wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik
suap-manyuap (HR Tarmidzi), dan sebagainya. Karena itu, tinggalkanlah
semua itu!
Akibat ketujuh belas,
maksiat menghalangi syafaat Rasulullah dan Malaikat.
Kecuali,
bagi mereka yang bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus. Allah
swt. berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat
yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka
beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman
seraya mengucapkan: ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi
segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat
dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka
yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga
‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang
shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan
mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.” (Al-Mukmin:
7-9)
Akibat kedelapan belas,
maksiat melenyapkan rasa malu.
Padahal,
malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah hilang dari diri
kita, hilangkah seluruh kebaikan dari diri kita. Rasulullah bersabda,
“Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu,
berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah….
Akibat
kesembilan belas, maksiat yang kita lakukan adalah bentuk meremehkan
Allah.
Jika
kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan
Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita bermaksiat, kita
sadari atau tidak, kita telah menganggap remeh adzab Allah. Kita
mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini
kedurhakaan yang luar biasa!
Saudaraku yang
dimuliakan Allah….
Maksiat memalingkan
perhatian Allah atas diri kita. Ini akibat yang kedua puluh.
Allah
akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat berteman
dengan setan. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri
mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
Maksiat melenyapkan
nikmat dan mendatangkan azab. Ini akibat yang kedua puluh satu.
Allah
berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian
besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Ali
r.a. berkata, “Tidaklah turun bencana melainkan karena dosa. Dan
tidaklah bencana lenyap melainkan karena tobat.” Karena itu, bukankah
sekarang waktunya bagi kita untuk segera bertobat dan berhenti dari
segala maksiat yang kita lakukan?
Dan akibat yang
terakhir, yang kedua puluh dua, maksiat memalingkan diri kita dari sikap
istiqamah.
Kita
hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan pedagang
yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup
membayar dengan harga tinggi. Saudaraku, siapakah yang sanggup membeli
diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli
diri kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang
menjual dirinya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia
telah tertipu!
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah….
Renungkan!
Renungkan…! Semoga Allah menjaga kita semua dari perbuatan maksiat.
Amin.
بارك
الله لنا ولكم في القرآن العظيم ونفعنا وإياكم بما فيه من الآيات و
الذكرالحكيم فاستغفروا الله فإنه هو الغفور الرحيم
0 komentar:
Posting Komentar