الْحَمْدُ
للهِ، خَلَقَ الخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَاءَ، وَاصْطَفَى مِنْ عِبَادِهِ
الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَاءَ، بِهِمْ نَتَأَسَّى وَنَقْتَدِي، وَبِهُدَاهُمْ
نَهْـتَدِي، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الحَمْدِ
وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ
وَرَسُولُهُ، أَنْزَلَ عَلَيْهِ رَبُّهُ القُرآنَ المُبِينَ؛ بَلاَغًا
لِقَوْمٍ عَابِدِينَ، وَجَعَلَ رِسَالَتَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، صلى
الله عليه وسلم وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ : فيل أيها المسلمون أوصي نفسي و إياكم بتقوى الله فقد فاز المتقون
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Di
tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, jumat demi jumat berlalu,
seiring itu juga khutbah demi khutbah kita perdengarkan dan menyirami
sejenak hati yang penuh ketundukan dan mengharapkan keridhoaan Allah.
Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah
yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi
hari-hari kita kesadaran itu
kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab
itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita
berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan
kita kepada Allah, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang
sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang
mestinya menyertai setiap langkah kita:
إِنَّ
صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأنا من
الْمُسْلِمِينَ
Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia
Imam
Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar bin
Khathab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu Ka’ab ra
tentang taqwa walau hal itu merupakan suatu yang hal yang sangat mereka
ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara mereka dalam rangka
mendalaminya adalah hal yang sangat mereka sukai. Kemudian Ubay balik
bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melalui jalan yang di penuhi
duri?” Umar menjawab, "ya, saya pernah melaluinya. Kemudian Ubay
bertanya lagi: “Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar menjawab:
“Saya akan berjalan dengan sangat berhati-hati, agar tak terkena duri
itu”. Lalu Ubayberkata: “Itulah takwa”.
Dari
riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa takwa
adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah, kesiapan diri,
kehati-hatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah
perjalanan menuju Allah, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan
perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta berusaha
sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah dengan
hati yang tunduk dan ikhlas.
Hadirin Jama’ah sholat jumat rahimakuullah
Setiap
orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini,
ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh
penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu
juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari
bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka
memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju kepada kehidupan
yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan
kehidupan orang-orang yang tidak beriman. Allah berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Sayangnya,
kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal,
bukan tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus
kita lalui, bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu
digoda oleh setan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa,
kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah,
membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu
membutuhkan siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda
Rosulullah, ucapan hikmah para ulama, bahkan saling menasehati dengan
penuh keikhlasan sesama saudara seiman. Sehingga kita tetap berada pada
jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah proses perjalanan menuju
Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Jika
kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan
karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada diantara
mereka yang konsent pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa
dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. Namun, satu
persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan
mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah
karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada
Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi
generasi berikutnya.
Marilah kita renungi firman Allah berikut:
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ
الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari
(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat
kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.
Pertama, prinsip
mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat. Prinsip ini menghendaki
agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan
pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami, mengutamakan
kebahagiaan akherat bukan berarti dalam mewujudkan kebahagiaan duniawi
diabaikan begitu saja, sebab amal akherat tidak berdiri sendiri dan
terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akherat yang
berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.
Umpamanya
sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin
bukanlah semata-mata sebagai amal akherat yang tidak berdampak duniawi,
sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan Allah dan rasulNya,
yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak memberikan hikmah dalam
kehidupan dunia. Dengan
shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan
munkar. Dengan demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang
dapat merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup
bersama di dunia ini.
Begitu
juga dengan infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan niatan
mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di akherat,
maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan
orang lain yang membutuhkan.
Kedua prinsip
‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang
menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri
sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan
senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat
baik dan berkata baik dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari.
Maka
akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah
karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya, peduli akan
kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu
dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu
menuju kehidupan yang abadi.
Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk
tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang
akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya
berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. Terjadinya
kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan
masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan
tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa sesungguhnya
ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan mempertanggung jawabkan
segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akherat kelak.
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Allah swt mengingatkan kita dengan firmannya:
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqoroh: 197)
Walaupun
ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam perjalanan ibadah
haji, namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan
menghadap Allah di padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur
gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar nanti
sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang arafah. Maka bekalan utama
yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.
Firman
Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki
dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari
dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.
Namun perbekalan yang kedua
yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju akhirat, lebih penting
dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ad a lima perbandingan antara keduanya:
Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.
Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.
Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan.Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.
Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih dekat dengan tujuan.
Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir Ar-Raazi 5/168)
Sesungguhnya perjalanan itu cukup berat, dan masih banyak bekal yang perlu disiapkan. Semua kita pasti tahu bekalan yang sudah kita siapkan masing-masing. Jika kita anggap bekalan itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya tidak lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat itu.
بَارَكَ اللهُ
لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ
بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ
مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أما
بعد : فيا أيها المؤمنون اتقوا الله تعالى قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin siding sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Lalu
apa yang perlu menjadi bahan perhatian kita dalam mempersiapkan bekalan
untuk melalui perjalan dari dunia ini menuju ke kehidupan yang abadi di
akherat?
Untuk itu minimal ada tiga hal yang perlu menjadi bahan perhatian kita bersama.
Pertama, bekal
berupa keimanan yang benar dan kokoh, aqidah yang bersih dan suci dari
unsur-unsur kesyirikan. Meyakini dengan sebenarnya, bahwa Allah adalah
tuhan yang Esa, kepada-Nya sajalah tempat bergantung, Ia adalah
Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam semesta, kemudian memurnikan
ibadah kepada-Nya, ikhlas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang
telah Ia perintahkan oleh Allah. Allah berfirman:
أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا )110(
"Sesungguhnya
Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada
Tuhannya." (QS Al-Kahfi: 110)
Kedua, kesungguhan dalam amal sholeh dan dalam menangkap segala peluang kebajikan.
Seperti halnya perjalanan jauh yang akan dilalui, jika tidak disertai
dengan kesungguhan dalam mengatur waktu dan mempersiapkan segala
sesuatunya, maka boleh jadi ia akan tertinggal, bahkan tersesat dan
kebingungan. Sesungguhnya apa yang dilakukan seseorang adalah berpulang
untuk dirinya sendiri. Allah berfirman:
مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ . وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Barangsiapa
yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang
dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh (berjihad), maka
sesungguhnya kesungguhan itu (jihadnya) adalah untuk dirinya sendiri.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam. (QS. Al-Ankabut: 5-6)
Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Kemudian
penting halnya juga untuk menangkap setiap peluang amal di sekitar
kita, meski amal itu sederhana dan tidak datang setiap waktu. Cukuplah
menjadi pelajaran kita bersama tentang kisah seorang pelacur yang rela
mengambilkan minum untuk seekor anjing yang kehausan, padahal ia sendiri
sedang dahaga luar biasa, namun dengan amalan itu ternyata dapat
mengantarkan dirinya ke surga. Meski terkesan sederhana, dan jarang
terjadi, namun berefek dapat menghapuskan dosa pelakunya.
Mahasuci
Allah, kesempatan seperti ini memang tidak datang dua kali, namun pasti
akan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, perlu kejelian
dan kesungguhan hati dalam mengenalinya.
Ketiga dan
terakhir, mewaspadai akan hilangnya bekal yang telah dikumpulkan,
lantaran sikap kita terhadap orang lain. Inilah kerugian yang besar,
jika hilangnya bekal di dunia, masih ada kesempatan untuk dicari
kembali, namun jika hilangnya bekal itu di akhirat bagaimana mungkin
untuk mengumpulkannya kembali, sedang hisab telah menunggu.
Dari
Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw suatu ketika bertanya kepada para
sahabat: “Tahukah kalian siapakah orang yang rugi?” Maka para sahabat
menjawab: “orang yang rugi di antara kami adalah orang yang tidak
mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah saw menjawab, “bukan itu, akan
tetapi orang yang rugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari
kiamat dengan (pahala) sholat, puasa dan zakatnya, namun dahulu di
dunianya dia telah mencela si fulan, menuduh si fulan, memakan harta si
fulan, menumpahkan darah si fulan dan telah memukul orang lain dengan
tanpa hak, maka diberikan pahala kebaikannya kepada orang tersebut, dan
kepada si fulan yang lain diberikan pula pahala kebaikannya yang lain,
maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala
dosanya, maka kesalahan si fulan yang dizalimi di dunia itu dibebankan
kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)
Sungguh
inilah kerugian yang besar dan amat menyedihkan. Bekalan yang sudah
disiapkan semasa di dunia, tidak dapat menolongnya sama sekali. Maka
kebersihan hati, kebersihan ucapan, kebersihan sikap, berbaik sangka
kepada sesama orang beriman harus selalu ditanamkan di dalam hati
masing-masing, agar setiap kebaikan yang telah dilakukan tidak hilang
sia-sia.
Kerugian
lain adalah kerugian karena memikul dosa yang berat. Begitulah bagi
mereka orang-orang yang mendustakan bertemu dengan penciptanya karena
terlena dengan kenikmatan dunia. Allah berfirman:
قَدْ
خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِلِقَاء اللّهِ حَتَّى إِذَا جَاءتْهُمُ
السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُواْ يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا
وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلاَ سَاء مَا
يَزِرُونَ . وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
“Sungguh
telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan
Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba,
mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian
kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas
punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau
belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang
bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 31-32)
Begitulah juga ungkapan penyesalan yang disampaikan di dalam Al-Quran:
يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.”(QS Al-Fajr:24).
Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan:
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan tiap-tiap mereka orang akan datang kepada Allah pada hari qiyamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 95)
Maka
seharusnya setiap orang yang beriman benar-benar memberikan perhatian
besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi
hari yang kekal dan abadi itu. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa
depan manusia yang sesungguhnya. Allah berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا
تَعْمَلُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr:18).
Dan yang terakhir khatib tutup khutbah ini dengan firman Allah:
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ
وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ
كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
Orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan
sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik
tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk
ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu
mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah
memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl: 30-31)
إِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ
الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ
قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،
وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا هَبْ
لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ،
وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ
اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ
يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ
أَكْبَرُ.
Tripoli, 18 Februari 2010Oleh H. Zulhamdi M. Saad, Lc
0 komentar:
Posting Komentar