Beberapa definisi dan Pengertian Seni Kriya?
- Kata Kriya sendiri berasal dari bahasa sansakerta yakni "Kr" yang artinya "mengerjakan" yang mana dari kata tersebut kemudian menjadi kata karya, Kriya, kerja. Dalam arti khusus pengertian seni Kriya adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau objek (Timbul Haryono, 2012).
- Dalam kamus bahasa Indonesia kata "kriya" berarti
- Kata Kriya sendiri berasal dari bahasa sansakerta yakni "Kr" yang artinya "mengerjakan" yang mana dari kata tersebut kemudian menjadi kata karya, Kriya, kerja. Dalam arti khusus pengertian seni Kriya adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau objek (Timbul Haryono, 2012).
- Dalam kamus bahasa Indonesia kata "kriya" berarti
pekerjaan "kerajinantangan".
- Sementara dalam bahasa Inggris Kriya berarti "Craft" yang artinya kekuatan atau energi, yang mengandung arrti lain yakni membuat sesuatu atau mengerjakan yang dikaitkan dengan keterampilah atau profesi tertentu
- Seni Kriya disebut juga (Handycraft) yang berarti kerajinan tangan. Yang manaseni kriya ini dapat dikatagorikan sebagai seni terapan (applied art) yang meinitikberatkan pada aspek keindahan dan kegunaaanya. Yang berarti senikriya ini adalah seni untuk memenuhi kebutuhan manusia yang menonjolkan aspek estetika atau keindahan dan
juga use atau keugunaanya untuk kebutuhan sehari-hari.
- Seni Kriya adalah handskill atau seni yang dibuat dengan kerajinan tangandengan memperhatikan aspek fungsional (kegunaan/siap pakai) tetapi tidak meninggalkan aspek keindahan seni itu sendiri.
- Sementara menurut Rasjoyo, mngutarakan seni kriya adalah suatu karya senidimana penekanan pengerjaanya terletak pada keterampilan tangan yang menghasilkan sebuah bentuk kerajinan siap pakai.
Dibawah ini adalah beberapa contoh seni kriya:
- Sementara dalam bahasa Inggris Kriya berarti "Craft" yang artinya kekuatan atau energi, yang mengandung arrti lain yakni membuat sesuatu atau mengerjakan yang dikaitkan dengan keterampilah atau profesi tertentu
- Seni Kriya disebut juga (Handycraft) yang berarti kerajinan tangan. Yang manaseni kriya ini dapat dikatagorikan sebagai seni terapan (applied art) yang meinitikberatkan pada aspek keindahan dan kegunaaanya. Yang berarti senikriya ini adalah seni untuk memenuhi kebutuhan manusia yang menonjolkan aspek estetika atau keindahan dan
juga use atau keugunaanya untuk kebutuhan sehari-hari.
- Seni Kriya adalah handskill atau seni yang dibuat dengan kerajinan tangandengan memperhatikan aspek fungsional (kegunaan/siap pakai) tetapi tidak meninggalkan aspek keindahan seni itu sendiri.
- Sementara menurut Rasjoyo, mngutarakan seni kriya adalah suatu karya senidimana penekanan pengerjaanya terletak pada keterampilan tangan yang menghasilkan sebuah bentuk kerajinan siap pakai.
Dibawah ini adalah beberapa contoh seni kriya:
Tas dari batok
kelapa
|
Cangkir dari batok
|
Kap lampu dari
batok
|
Seni
kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi
dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata “Kr” (bhs Sanskerta)
yang berarti ‘mengerjakan’, dari akar kata tersebut kemudian menjadi karya,
kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk
menghasilkan benda atau obyek yang bernilai seni” (Prof. Dr. Timbul Haryono:
2002).
Dalam
pergulatan mengenai asal muasal kriya Prof. Dr. Seodarso Sp dengan mengutif
dari kamus, mengungkapkan “perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam
bahasa Indonesia; perkataan kriya itu berasal dari bahasa Sansekerta yang
dalam kamus Wojowasito diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan dari kamus Winter
diartikan sebagai ‘demel’ atau membuat”. (Prof. Dr. Soedarso Sp,
dalam Asmudjo J. Irianto, 2000)
Sementara
menurut Prof. Dr. I Made Bandem kata “kriya” dalam bahasa indonesia berarti
pekerjaan (ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti
energi atau kekuatan. Pada kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan
sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau ketrampilan
seseorang”. (Prof. Dr. I Made Bandem, 2002)
Dari
tiga uraian ini dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pengertian
kriya adalah; kerja, pekerjaan, perbuatan, yang dalam hal ini bisa diartikan
sebagai penciptaan karya seni yang didukung oleh ketrampilan (skill)
yang tinggi.
Seperti
telah disinggung diawal bahwa istilah kriya digali khasanah budaya Indonesia
tepatnya dari budaya Jawa tinggi (budaya yang berkembang di dalam lingkup
istana pada sistem kerajaan). Denis Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang
budaya, menyatakan ‘istilah kriya yang diambil dari kryan menunjukkan
pada hierarki strata pada masa kerajaan Majapahit, sebagai berikut;
“Pertama-tama terdapat para mantri, atau pejabat tinggi serta para arya atau
kaum bangsawan, lalu para kryan yang berstatus kesatriya dan
para wali atau perwira, yang tampaknya juga merupakan semacam golongan
bangsawan rendah’. (Denis Lombard dalam Prof. SP. Gustami, 2002)
Menyimak
pendapat Prof. SP. Gustami yang menguraikan bahwa; seni kriya merupakan warisan
seni budaya yang adi luhung, yang pada zaman kerajaan di Jawa mendapat tempat
lebih tinggi dari kerajinan. Seni kriya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan dan
masyarakat elit sedangkan kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula
alit, yakni masyarakat yang hidup di luar tembok keraton. Seni kriya dipandang
sebagai seni yang unik dan berkualitas tinggi karena didukung oleh craftmanship yang
tinggi, sedangkan kerajinan dipandang kasar dan terkesan tidak tuntas. Bedakan
pembuatan keris dengan pisau baik proses, bahan, atau kemampuan pembuatnya.
Lebih
lanjut Prof. SP. Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan kerajinan dapat
disimak pada keprofesiannya, kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan
istana untuk pembuatnya diberikan gelar Empu. Dalam
perwujudannya sangat mementingkan nilai estetika dan kualitas skill.
Sementara kerajinan yang tumbuh di luar lingkungan istana, si-pembuatnya
disebut dengan Pandhe. Perwujudan benda-benda kerajinan hanya
mengutamakan fungsi dan kegunaan yang diperuntukkan untuk mendukung kebutuhan
praktis bagi masyarakat (rakyat). (Prof. SP. Gustami, 2002) Pengulangan dan
minimnya pemikiran seni ataupun estetika adalah satu ciri penanda benda
kerajinan.
Pemisahan
yang berdasarkan strata atau kedudukan tersebut mencerminkan posisi dan eksistensi
seni kriya di masa lalu. Seni kriya bukanlah karya yang dibuat dengan
intensitas rajin semata, di dalamnya terkandung nilai keindahan (estetika) dan
juga kualitas skill yang tinggi. Sedangkan kerajinan tumbuh
atas desakan kebutuhan praktis dengan mempergunakan bahan yang tersedia dan
berdasarkan pengalaman kerja yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari.
Kembali
ditegaskan oleh Prof. SP. Gustami: seni kriya adalah karya seni yang unik dan
punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik,
simbolik, filosofis dan sekaligus fungsional oleh karena itu dalam
perwujudannya didukung craftmenship yang tinggi,
akibatnya kehadiran seni kriya termasuk dalam kelompok seni-seni adiluhung
(Prof. SP.Gustami, 1992:71).
Uraian
tadi menyiratkan bahwa kriya merupakan cabang seni yang memiliki muatan
estetik, simbolik dan filosofis sehingga menghadirkan karya-karya yang
adiluhung dan munomental sepanjang jaman. Praktek kriya pada masa lalu
dibedakan dari kerajinan, kriya berada dalam lingkup istana (kerajaan)
pembuatnya diberi gelar Empu. Sedangkan kerajinan yang berakar dari kata
“rajin” berada di luar lingkungan istana, dilakoni oleh rakyat jelata dan
pembuatnya disebut pengerajin atau pandhe.
Dari
beberapa pendapat yang telah dibahas sebelumnya menjelaskan bahwa wujud awal
seni kriya lebih ditujukan sebagai seni pakai (terapan). Praktek seni kriya
pada awalnya bertujuan untuk membuat barang-barang fungsional, baik ditujukan
untuk kepentingan keagamaan (religius) atau kebutuhan praktis dalam kehidupan
manusia seperti; perkakas rumah tangga. Contohnya dapat kita saksikan pada dari
artefak-artefak berupa kapak dan perkakas pada jaman batu serta
peninggalan-peninggalan dari bahan perunggu pada jaman logam berupa; nekara,
moko, candrasa, kapak, bejana, hingga perhiasan seperti; gelang, kalung,
cincin. Benda-benda tersebut dipakai sebagai perhiasan, prosesi upacara ritual
adat (suku) serta kegiatan ritual yang bersifat kepercayaan seperti;
penghormatan terhadap arwah nenek moyang.
Masuknya
agama Hindu dan Budha memberikan perubahan tidak saja dalam hal kepercayaan,
tetapi juga pada sistem sosial dalam masyarakat. Struktur pemerintahan kerajaan
dan sistem kasta menimbulkan tingkatan status sosial dalam masyarakat. Masuknya
pengaruh Hindu–Budha di Indonesia terjadi akibat asimilasi serta adaptasi
kebudayaan Hindu-Budha India yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta
Hindu-Budha dari India dengan kebudayaan prasejarah di Indonesia. Kedua sistem
keagamaan ini mengalami akulturasi dengan kepercayaan yang sudah ada sebelumnya
di Indonesia yaitu pengkultusan terhadap arwah nenek moyang, dan kepercayaan
terhadap spirit yang ada di alam sekitar. Kemudian kerap tumpang tindih dan
bahkan terpadu ke dalam pemujaan-pemujaan sinkretisme Hindu-Budha Indonesia.
(Claire Holt diterjemahkan oleh RM. Soedarsono, 2000)
Tumbuh
dan berkembangnya kebudayan Hindu-Budha di Indonesia kemudian melahirkan
kesenian berupa seni ukir dengan beraneka ragam hias, dan patung
perwujudan dewa-dewa. Dalam sistem sosial kemudian lahir sistem pemerintahan
kerajaan yang berdasarkan kepada kepercayaan Hindu seperti kerajaan Sriwijaya
di Sumatra, kerajaan Kutai di Kalimantan, kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat,
Mataram Kuno Jawa Tengah. Hingga kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan maha
patih Gajah Mada yang tersohor, yang kemudian membawa pengaruh Hindu ke Bali.
Seni ukir tradisional masih diwarisi hingga saat ini.
Peran
seni kriyapun menjadi semakin berkembang tidak saja sebagai komponen dalam hal
kepercayaan/agama, namun juga menjadi konsumsi golongan elit bangsawan yaitu
sebagai penanda status kebangsawanan. Kondisi tersebut menjadikan kriya sebagai
seni yang bersifat elitis karena menduduki posisi terhormat pada masanya,
berbeda dengan kerajinan yang cenderung tumbuh pada kalangan masyarakat biasa
atau golongan rendah.
Akan
tetapi keadaannya berbeda pada masa modern, dimana tingkatan sosial seperti
pada masa kerajaan yang disebut “kasta” sudah tidak lagi eksis. Kalaupun ada
tingkatan sosial kini tidak lagi berdasarkan “kasta” atau kebangsawanan yang
dimiliki oleh seseorang, akan tetapi kemapanan ekonomi kini menjadi penanda
bagi status seseorang. Artinya tarap ekonomi yang dimiliki seseorang dapat
membedakan posisi mereka dari orang lain, secara sederhana kekuasan sekarang
ditentukan oleh kemampuan ekonomi yang dimiliki seseorang. Dalam sistem
masyarakat modern kondisinya telah berubah kaum elit yang dulunya ditempati
oleh kaum bangsawan (ningrat), sekarang digantikan kalangan konglomerat
(pemilik modal). Kondisi ini membawa dampak bagi pada posisi kriya, karena kini
kriya mulai kehilangan struktur sosial yang menopang eksistensinya seperti pada
masa lalu.
Situasi
ini menjadikan kriya tidak lagi menjadi seni yang spesial karena posisi
terhormatnya di masa lalu kini sudah terancam tidak eksis lagi, kriya kini
menjadi sebuah artefak warisan masa lalu. Terlebih lagi dalam industri budaya
seperti sekarang kedudukan kriya kini tidak lebih sebagai obyek pasar, yang
diproduksi secara masal dan diperjualbelikan demi kepentingan ekonomi. Kriya
kini mengalami desakralisasi dari posisi yang terhormat di masa lalu, yang
adiluhung merupakan artefak yang tetap dihormati namun sekaligus juga direduksi
dan diproduksi secara terus-menerus.
Kehadiran
kriya pada jenjang pendidikan adalah sebuah upaya mengangkat kriya dari hanya
sebagai artefak, untuk menjadikannya sebagai seni yang masih bisa eksis dan
terhormat sekaligus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Inilah
tugas berat insan kriya kini. Dalam perkembangan selanjutnya sejalan dengan
perkembangan jaman, konsep kriyapun terus berkembang. Perubahan senantiasa
menyertai setiap gerak laju perkembangan zaman, praktek seni kriya yang pada
awalnya sarat dengan nilai fungsional, kini dalam prakteknya khususnya di
akademis seni kriya mengalami pergeseran orientasi penciptaan. Kriya kini
menjelma menjadi hanya pajangan semata dengan kata lain semata-mata seni untuk
seni. Pergerakan ini kemudian melahirkan kategori-kategori dalam tubuh kriya,
kategori tersebut antara lain kriya seni, dan desain kriya.
0 komentar:
Posting Komentar